BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada bagian ini
kamu akan memahami hubungan antaraIstana sebagai pusat kekuasaan dan
pendidikan. Perkembanganlembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid
kesultanansangat ditentukan oleh dukungan penguasa. Sultan bukan sajamendanai
kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkanpara ulama, baik dari
mancanegara, terutama Timur Tengah,maupun dari kalangan ulama pribumi sendiri.
Para ulama yangkemudian juga difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara,
bukansaja memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara,tetapi juga
di istana sultan. Para sultan dan pejabat tinggi rupanya juga menimba ilmu dari
para ulama. Seperti halnya yang terjadi diKerajaan Islam Samudera Pasai dan
Kerajaan Malaka.
Ketika Kerajaan
Samudera Pasai mengalami kemundurandalam bidang politik, tradisi keilmuannya
tetap berlanjut. SamuderaPasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di
Nusantara. Namun,ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat studi
keislamantidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian juga
berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara,bahkan mungkin dapat
dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuanekonomi Kerajaan Malaka telah
mengundang banyak ulama darimancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih
intensif dalamproses pendidikan dan pembelajaran agama Islam
1
BAB
II
PEMBAHASAN
JARINGAN KEILMUAN DI NUSANTARA
Ketika
Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi
keilmuannya tetap berlanjut. Samudera Pasai terus berfungsi sebagai pusat studi
Islam di Nusantara. Namun, ketika Kerajaan Malaka telah masuk Islam, pusat
studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai. Malaka kemudian
juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara, bahkan mungkin
dapat dikatakan berhasil menyainginya. Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah
mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif
dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama Islam.
Kerajaan
Malaka dengan giat melaksanakan pengajian dan pendidikan Islam. Hal itu
terbukti dengan berhasilnya kerajaan ini dalam waktu singkat melakukan
perubahan sikap dan konsepsi masyarakat terhadap agama, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Proses pendidikan dan pengakaran itu sebagian berlangsung di
kerajaan. Perpustakaan sudah tersedia di istana dan difungsikan sebagai pusat
penyalinan kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu.
Karena perhatian kerajaan yang tinggi terhadap pendidikan Islam, banyak ulama
dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti dari Afghanistan, Malabar,
Hindustan, dan terutama dari Arab. Banyaknya para ulama besar dari berbagai
negara yang mengajar di Malaka telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai
kerajaan Islam di Asia Tenggara untuk datang.
2
Dari Jawa misalnya, Sunan Bonang dan
Sunan Giri pernah menuntut ilmu ke Malaka dan setelah menyelesaikan
pendidikannya mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam di
tempat masing-masing.
Hubungan
antar kerajaan Islam, misalnya Samudera Pasai, Malaka, dan Aceh Darussalam,
sangat bermakna dalam bidang budaya dan keagamaan. Ketiganya tersohor dengan
sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam
di Indonesia. Untuk mengintensifkan proses Islamisasi, para ulama telah
mengarang, menyadur, dan menerjemahkan karyakarya keilmuan Islam. Sultan
Iskandar Muda adalah raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan
pengajaran agama Islam. Ia mendirikan Masjid Raya Baiturrahman, dan memanggil
Hamzah al Fanzuri dan Syamsuddin as Sumatrani sebagai penasihat. Syekh Yusuf al
Makassari ulama dari Kesultanan Goa di Sulawesi Selatan pernah menuntut ilmu di
Aceh Darussalam sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as
Singkili telah muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan yang terkenal
sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau dan Syekh Abdul Muhyi al Garuti
yang berjasa menyebarkan pendidikan Islam di Jawa Barat. Karya-karya susastra
dan keagamaan dengan segera berkembang di kerajaan-kerajaan Islam.
Kerajaan-kerajaan Islam itu telah merintis terwujudnya idiom kultural yang
sama, yaitu Islam. Hal itu menjadi pendorong terjadinya interaksi budaya yang
makin erat.
Di
Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan juga sangat mencolok. Bahkan
pada abad ke-17, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di pulau
Jawa. Para ulama dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai tempat untuk
belajar. Martin van Bruinessen menyatakan, “Pendidikan agama cukup menonjol
ketika Belanda datang untuk pertama kalinya pada 1596 dan menyaksikan bahwa
orang-orang Banten memiliki guru-guru yang berasal dari Mekkah”.
Di
Palembang, istana (keraton) juga difungsikan sebagai pusat sastra dan ilmu
agama. Banyak Sultan Palembang yang mendorong perkembangan intelektual
keagamaan, seperti Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad
Baha’uddin (1774-1804). Pada masa pemerintahan mereka, telah muncul banyak
ilmuwan asal Palembang yang produktif melahirkan karyakarya ilmiah keagamaan:
ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf, tarekat, tarikh, dan al-Qur’an.
3
Perhatian
sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam tercermin pada keberadaan
perpustakaan keraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi.
Berkembangnya
pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara
yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat proses itu yaitu penggunaan aksara
Arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Semua ilmu
yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara ditulis dalam aksara
Arab, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab
itu disebut dengan banyak sebutan, seperti huruf Jawi (di Melayu) dan huruf
pegon (di Jawa). Luasnya penguasaan aksara Arab ke Nusantara telah membuat para
pengunjung asal Eropa ke Asia Tenggara terpukau oleh tingginya tingkat
kemampuan baca tulis yang mereka jumpai.
Pada
1579, orang Spanyol merampas sebuah kapal kecil dari Brunei. Orang Spanyol itu
menguji apakah orang-orang Melayu yang menyatakan diri sebagai budak-budak
sultan itu dapat menulis. Dua dari tujuh orang itu dapat (menulis), dan
semuanya mampu membaca surat kabar berbahasa Melayu sendiri-sendiri.
Berkembangnya
pendidikan Islam di istana-istana raja seolah menjadi pendorong munculnya
pendidikan dan pengajaran di masyarakat. Setelah terbentuknya berbagai ulama
hasil didikan dari istana-istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke
tingkatan yang lebih luas, dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah
ulama untuk masyarakat umum, khususnya sebagai tempat pendidikan dasar,
layaknya kuttâb di wilayah Arab.
Sebagaimana
kuttâb (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Rasulullah) yang biasa
mengambil tempat di rumah-rumah ulama, di Nusantara pendidikan dasar
berlangsung di rumah-rumah guru. Pelajaran yang diberikan terutama membaca
al-Qur’an, menghafal ayat-ayat pendek, dan belajar bacaan salat lima waktu. Dan
ini diperkirakan sama tuanya dengan kehadiran Islam di wilayah ini. Di
Nusantara, masjid-masjid yang berada di permukiman penduduk yang dikelola
secara swadaya oleh masyarakat
menjalankan
fungsi pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Di sinilah terjadi
demokratisasi pendidikan dalam sejarah Islam. Demikianlah yang terjadi di
wilayah-wilayah Islam di Nusantara, seperti Malaka dan kemudian Johor, Aceh
Darussalam, Minangkabau, Palembang, Demak, Cirebon, Banten, Pajang, Mataram,
Gowa-Tallo, Bone, Ternate, Tidore, Banjar,
4
Papua
dan lain sebagainya. Bahkan mungkin karena memiliki tingkat otonomi dan
kebebasan tertentu, di masjid proses pendidikan dan pengajaran mengalami
perkembangan. Tidak jarang di antaranya berkembang menjadi sebuah lembaga
pendidikan yang cukup kompleks, seperti meunasah di Aceh, surau di Minangkabau,
langgar di Kalimantan dan pesantren di Jawa.
Kita
akan memahami hubungan antara istana sebagai pusat kekuasaan dan pendidikan.
Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran di masjid-masjid
kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan penguasa.
Istana :
a. Pusat kekuasaan
b. Pusat pendidikan
Sultan bertugas :
a. Mendanai kegiatan masjid
b. Mendatangkan ulama dari mancanegara (terutama Mekkah dan dari orang pribumi)
Para
ulama juga kemudian difungsikan sebagai pejabat-pejabat negara, jadi tidak
hanya memberikan pengajaran agama Islam di masjid-masjid negara, tetapi juga di
istana sultan. Para ulama tidak hanya mengajadi masyarakat tentang ilmu agama
Islam, karena para sultan dan pejabat tinggi juga turut serta menimba ilmu
agama Islam.
Kegiatan atau peristiwa di atas terjadi di kerajaaan-kerajaan Islam, seperti :
A. Samudera Pasai (Merupakan pusat pengajaran Islam di Nusantara)
B. Malaka (Merupakan pusat pengajaran Islam di Asia Tenggara)
Kemajuan Malaka di bidang ekonomi (karena merupakan jalur
perdagangan telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi
dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pengajaran Islam. Di Kerajaan
Malaka juga sudah memiliki perpustakaan yang digunakan sebagai pusat penyalinan
kitab-kitab dan penerjemahannya dari bahasa Arab ke bahasa Melayu. Banyak ulama
dari mancanegara yang datang ke Malaka, seperti : Afghanistan, Malabar,
Hindustan, Arab.
5
Kedatangan para ulama dari mancanegara membuat
ulama dari Asia Tenggara sendiri tertarik untuk menimba ilmu di Malaka.
Misalnya dari Jawa, yaitu Sunan Bonang dan Sunan Giri. Setelah menyelesaikan
pendidikannya di Malaka, Sunan Bonang dan Sunan Giri kembali ke jawa dan
mendirikan lembaga pendidikan Islam di daerahnya masing-masing.
C. Aceh
Sultan yang terkenal adalah Sultan Iskandar Muda, ialah raja yang sangat
memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajaran agama Islam. Ia juga
pelopor pendirian Masjid Baiturrahman, dan memanggil penasihat Hamzah Al
Fanzuri dan Syamsuddin As Sumatrani.Syekh Yusuf al Makassari ulama dari
Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan pernsh menuntut ilmu di Aceh Darussalam
sebelum melanjutkan ke Mekkah. Melalui pengajaran Abdur Rauf as Singkili,
muncul ulama Minangkabau Syekh Burhanudin Ulakan (Minangkabau), Syekh Abdul
Muhyi al Garuti (Jawa Barat).
D. Banten
Kerajaan Banten berdiri pada abad ke-16, lalu pada abad ke-17 Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau Jawa.
Kerajaan Samudera Pasai, Aceh Darussalam, dan Kerajaan Banten sudah tersohor dengan sebutan Serambi Mekkah dan menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia.
E. Palembang
Sultan yang mendorong perkembangan intelektual keagamaan seperti : Sultan Ahmad
Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baha'uddin (1774-1804). Pada masa
pemerintahan mereka muncul banyak ilmuwan asal Palembang yang produktif
melahirkan karya-karya ilmiah keagamaan : ilmu tauhid, ilmu kalam, tasawuf,
tarekat, tarikh dan al-Qur'an.
Berkembangnya
pendidikan dan pengajaran Islam telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara
yang sangat luas. Dua hal yang mempercepat berkembangnya hal tersebut ialah
penggunaan aksara Arab dan bahasa Melayu sebagai lingua franca.
6
Aksara Arab di Jawa disebut huruf
Pegon sedangkan di Melayu disebut huruf Jawi.
Bisa digambarkan seperti : Input - Proses - Output = Awam - Belajar - Ulama
Bisa digambarkan seperti : Input - Proses - Output = Awam - Belajar - Ulama
Pada
zaman dahulu biasanya masyarakat yang ingin belajar ilmu agama datang ke rumah
kediaman para ulama. Khususnya sebagai tempat pendidikan dasar, layaknya kuttab
di wilayah Arab.
Pelajaran yang diberikan utamanya
yaitu :
1. Membaca Al-Quran
2. Menghafal ayat-ayat pendek
3. Belajar bacaan sholat lima waktu
1. Membaca Al-Quran
2. Menghafal ayat-ayat pendek
3. Belajar bacaan sholat lima waktu
Di
Indonesia, masjid dikembangkan oleh masyarakat untuk menjalankan fungsi
pendidikan dan pengajaran untuk masyarakat umum. Bahkan karena memiliki otonomi
atau kebebasan tertentu, masjid mengalami perkembangan, seperti :
1. Meunasah (Aceh)
2. Pesantren (Jawa)
3. Surau (Minangkabau)
4. Langgar (Kalimantan)
2. Pesantren (Jawa)
3. Surau (Minangkabau)
4. Langgar (Kalimantan)
AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM
A. Seni Bangunan
1. Masjid : - Atapnya berbentuk
tumpang
- Tidak memiliki menara
- Teras bertingkat (berbentuk undak-undakan)
- Terletak di dekat istana (alun-alun)
2. Makam : - Jasad dimasukkan ke
dalam peti
- Jika yang meninggal seorang yang Agung maka jasadnya dikubur di dataran
tinggi
3. Istana : - Di istana terdapat
patung dwarapala (patung penjaga)
7
B. Seni Ukir
- Ukiranya berbentuk daun-daun atau
bunga-bunga
- Seni Kaligrafi
C. Aksara dan Seni Sastra
- Hikayat : karya sastra yang berisi
cerita sejarah ataupun dongeng
- Babad : mirip dengan hikayat.
Tulisan sejarah namun tidak semuanya berupa fakta.
- Syair : karya sastra berupa
sajak-sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya.
- Suluk : karya sastra yang berupa
kitab-kitab dan isinya menjelaskan soal tasawufnya.
D. Kesenian
- Permainan Debus : tarian yang pada
puncak acara para penari menusukkan benda tajam ke tubuhnya tanpa meninggalkan
luka.
- Seudati : sebuah bentuk tarian
dari Aceh. Artinya permainan orang-orang besar atau juga disebut saman
(delapan).
- Wayang : seni pertunjukkan asli
Indonesia yang berkembang pesat di Jawa dan Bali. Pada saat islamisasi di
Nusantara Sunan Kalijaga yang menyebarkan agama Islam dengan media wayang.
- Kasidahan : seni musik yang
memainkan alat-alat musik seperti rebana, terban dll dan menyanyikan lagu-lagu
Islam. E. Kalender
- Hijriah. Bulan Ramadhan (Pasa),
Bulan Muharam (Suro)
F. Pemerintahan
Pada awaknya pemerintahan berupa
Kerajaan (Raja) merupakan Hindu-Buddha. Kemudian berkembang menjadi Kesultanan
(Sultan/Khalifah) merupakan Islam.
8
BAB
III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Sejak kerajaan
Samudra Pasai mengalami keruntuhan, jaringan keilmuan tetap berlanjut dan
kerajaan Samudra Pasai menjadi pusat studi. Ketika kerajaan Malaka masuk Islam,
kerajaan Malaka juga menjadi pusat studi bahkan dapat dikatakan berhasil
menyainginya. Dan kemajuan ekonomi kerajaan Malaka telah mengundang para ulama
untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pembelajaran Islam.
Keberhasilan Malaka dalam waktu singkat
merubah konsepsi dan sikap terhadap agama menyebabkan banyak para ulama besar
dari mancanegara datang. Hubungan antar kerajaan misalnya, Samudra Pasai, Aceh
Darussalam, dan Malaka sangat bermakna dalam bidang keagamaan dan kebudayaan.
Di Banten, fungsi istana sebagai lembaga pendidikan sangat mencolok. Bahkan
pada abad ke-17 M, Banten sudah menjadi pusat ilmu pengetahuan Islam di Pulau
Jawa. Sedangkan di Palembang, banyak Sultan Palembang yang mendorong
pengembangan intelektual keagamaan.
Berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam, telah berhasil menyatukan
wilayah Nusantara. Semua ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di
Nusantara ditulis dalam Aksara Arab, baik dalam bahasa Arab dan bahasa Melayu.
Selanjutnya berkembanglah pendidikan tersebut sampai ke rumah-rumah dan ke
tingkat yang lebih luas, pelajaran yang diberikan adalah menghafal al-Qur’an
dsb.